Warga masih beradaptasi dengan sistem parkir menggunakan mesin meter parkir yang baru diterapkan di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.
"Saya
sendiri terus terang baru tahu. Parkirnya kan biasa aja. Kemudian
diarahkan untuk membayar ke alat parkir meter. Persoalannya kan tidak
semua orang bawa koin. Tapi untungnya di tukang parkirnya tersedia,"
kata Seyba, yang memarkir sepeda motornya di Jalan Sabang, Minggu
(29/9/2014).
Warga Palmerah itu belum bisa menggunakan mesin meter parkir sendiri. Seorang petugas membantu dia menggunakannya.
Pengawas
meteran parkir Sabang, Syafrudin Zen, menjelaskan cara menggunakan
mesin meter parkir itu. Pertama, pengguna harus memencet tombol jenis
kendaraan pada mesin, lalu mengisi nomor polisi kendaraan.
Setelah
itu pengguna harus memasukkan uang koin untuk ongkos parkir ke mesin.
Biaya parkir sepeda motor setiap jam Rp 2.000 dan mobil setiap jam Rp
5.000.
"Masukkan koin Rp 500 berwarna kuning dan putih, atau koin
Rp 1.000 yang tipis. Jadi misalkan motor, pengguna memasukkan empat
koin Rp 500, kemudian menekan tombol oke," katanya menjelaskan.
Bila
uang yang dibayarkan pengguna pada awal parkir lebih sedikit
dibandingkan dengan ongkos yang harus dibayar sesuai lama parkir maka
pengguna harus membayar kelebihan jam tersebut.
"Kontrolnya ada
pada struk. Pada saat pemilik kendaraan keluar dari ruang parkir dia
harus menunjukkan struk kepada petugas parkir. Jadi akan ketahuan lama
parkirnya kemudian dikonversi ke tarif berdasarkan jenis kendaraannya,"
kata dia.
Syafrudin, yang mendapat gaji Rp 2,4 juta per bulan
dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan selanjutnya akan diangkat jadi
pegawai negeri, mengatakan sistem parkir yang baru lebih baik
dibandingkan sistem parkir manual yang diterapkan sebelumnya.
"Mau
berapa jam parkir, sudah ada tarifnya. Misalkan untuk motor, kalau satu
jam Rp 2.000, mobil Rp 5.000, sementara truk atau bus sebesar Rp
8.000," kata Syafrudin.
Seyba juga menganggapnya demikian. Pria
berkacamata itu mengusulkan pemerintah selanjutnya mempekerjakan petugas
untuk menjaga mesin meter parkir itu dijaga petugas atau bila perlu
memasangi kamera pengawas pada mesin tersebut.
Dia khawatir 11 mesin meter parkir yang dipasang di kanan-kiri Jalan Sabang akan rusak bila tidak dijaga oleh petugas.
"Kalau
ada orang yang usil misalnya mengisi puntung rokok, bukannya alat ini
bisa rusak. Kami harap alat ini terpelihara. Dan jangan lupa terus
lakukan sosialisasi karena sistem ini baik," katanya.
Namun penerapan sistem parkir yang baru itu memunculkan kekhawatiran pada orang-orang yang bekerja di kawasan tersebut.
Nurul
dan Nia, yang bekerja di kawasan itu, mengatakan penerapan sistem
parkir meter akan memberatkan mereka karena jika tidak ada kebijakan
khusus, dengan tarif parkir yang sekarang mereka harus mengeluarkan uang
sampai sekitar Rp500.000 untuk parkir sepeda motor dalam sebulan.
"Sebulan
biasanya hanya membayar Rp 50.000. Kalau menggunakan parkir meter bisa
membengkak menjadi Rp 500.000 bila dalam sehari kami memarkir motor
sampai sembilan jam karena bekerja. Mudah-mudahan dapat keringananlah,"
kata Nurul, yang bekerja di restoran Kopi Oey.
Warga masih beradaptasi dengan sistem parkir menggunakan mesin meter parkir yang baru diterapkan di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.
"Saya
sendiri terus terang baru tahu. Parkirnya kan biasa aja. Kemudian
diarahkan untuk membayar ke alat parkir meter. Persoalannya kan tidak
semua orang bawa koin. Tapi untungnya di tukang parkirnya tersedia,"
kata Seyba, yang memarkir sepeda motornya di Jalan Sabang, Minggu
(29/9/2014).
Warga Palmerah itu belum bisa menggunakan mesin meter parkir sendiri. Seorang petugas membantu dia menggunakannya.
Pengawas
meteran parkir Sabang, Syafrudin Zen, menjelaskan cara menggunakan
mesin meter parkir itu. Pertama, pengguna harus memencet tombol jenis
kendaraan pada mesin, lalu mengisi nomor polisi kendaraan.
Setelah
itu pengguna harus memasukkan uang koin untuk ongkos parkir ke mesin.
Biaya parkir sepeda motor setiap jam Rp 2.000 dan mobil setiap jam Rp
5.000.
"Masukkan koin Rp 500 berwarna kuning dan putih, atau koin
Rp 1.000 yang tipis. Jadi misalkan motor, pengguna memasukkan empat
koin Rp 500, kemudian menekan tombol oke," katanya menjelaskan.
Bila
uang yang dibayarkan pengguna pada awal parkir lebih sedikit
dibandingkan dengan ongkos yang harus dibayar sesuai lama parkir maka
pengguna harus membayar kelebihan jam tersebut.
"Kontrolnya ada
pada struk. Pada saat pemilik kendaraan keluar dari ruang parkir dia
harus menunjukkan struk kepada petugas parkir. Jadi akan ketahuan lama
parkirnya kemudian dikonversi ke tarif berdasarkan jenis kendaraannya,"
kata dia.
Syafrudin, yang mendapat gaji Rp 2,4 juta per bulan
dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan selanjutnya akan diangkat jadi
pegawai negeri, mengatakan sistem parkir yang baru lebih baik
dibandingkan sistem parkir manual yang diterapkan sebelumnya.
"Mau
berapa jam parkir, sudah ada tarifnya. Misalkan untuk motor, kalau satu
jam Rp 2.000, mobil Rp 5.000, sementara truk atau bus sebesar Rp
8.000," kata Syafrudin.
Seyba juga menganggapnya demikian. Pria
berkacamata itu mengusulkan pemerintah selanjutnya mempekerjakan petugas
untuk menjaga mesin meter parkir itu dijaga petugas atau bila perlu
memasangi kamera pengawas pada mesin tersebut.
Dia khawatir 11 mesin meter parkir yang dipasang di kanan-kiri Jalan Sabang akan rusak bila tidak dijaga oleh petugas.
"Kalau
ada orang yang usil misalnya mengisi puntung rokok, bukannya alat ini
bisa rusak. Kami harap alat ini terpelihara. Dan jangan lupa terus
lakukan sosialisasi karena sistem ini baik," katanya.
Namun penerapan sistem parkir yang baru itu memunculkan kekhawatiran pada orang-orang yang bekerja di kawasan tersebut.
Nurul
dan Nia, yang bekerja di kawasan itu, mengatakan penerapan sistem
parkir meter akan memberatkan mereka karena jika tidak ada kebijakan
khusus, dengan tarif parkir yang sekarang mereka harus mengeluarkan uang
sampai sekitar Rp500.000 untuk parkir sepeda motor dalam sebulan.
"Sebulan
biasanya hanya membayar Rp 50.000. Kalau menggunakan parkir meter bisa
membengkak menjadi Rp 500.000 bila dalam sehari kami memarkir motor
sampai sembilan jam karena bekerja. Mudah-mudahan dapat keringananlah,"
kata Nurul, yang bekerja di restoran Kopi Oey.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.